Senin, 20 Juni 2016

Pembahasan Fundamental Merger CTRA

Berita mengenai rencana merger CTRA, CTRP, dan CTRS menjadi satu emiten tunggal CTRA menjadi berita paling hot di akhir minggu lalu. Aksi tersebut direncanakan berupa swap atau pertukaran antara saham CTRP dan CTRS menjadi saham CTRA sementara CTRA sendiri akan melakukan Right Issue.

Ketiga saham ini bergerak sangat volatil di merespons berita tersebut, berbagai forum saham pun ramai membahas 3 pergerakan saham ini. Kami pun mendapat banyak pertanyaan mengenai ketiga saham dalam beberapa hari terakhir.

Menariknya, dari berbagai forum saham yang dalam pantauan kami yang ramai membahas mengenai rencana merger ini, terlihat mayoritas investor sebenarnya masih bingung menebak efek dari merger ini. Apakah ini baik atau buruk, dan kemana arah pergerakan saham-saham ini jika merger ini benar-benar terlaksana. Jadi bisa disimpulakan mayoritas investor ritel ramai membahas mengenai pergerakan ketiga saham ini karena di waktu yang sama dengan keluarnya berita merger, dan bukan karena pemahaman mengenai efek positif (atau negatif) yang akan ditimbulkan dari rencana Merger ketiga saham ini.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami akan coba share beberapa informasi yang kami dapat dari berbagai analis-analis kenamaan mengenai rencana aksi koorporasi. yang biasanya diberikan pada investor-investor institusi
WAKTU PELAKSANAAN MASIH BELUM JELAS

CTRA memang telah mengonfirmasi akan melakukan aksi korporasi tersebut namun waktu pelaksanaannya belum ditentukan karena CTRA masih menunggu relaksasi peraturan pajak keluar, karena apabila merger tersebut dilakukan saat ini maka pajak yang harus dibayar sangatlah besar. Dengan adanya relaksasi aturan pajak yang diharapkan akan segera keluar, kemungkinan besar grup properti tersebut akan dikenakan tarif 5%.
Pandangan dari beberapa broker terhadap aksi korporasi ini masih netral karena umumnya para analis lebih menunggu kepastian peraturan relaksasi pajak dan tax amnesty.

KURANG MENARIK SECARA FUNDAMENTAL
Salah satu broker asing dari regional asia telah memberi pernyataan bahwa aksi korporasi ini kurang menarik bagi CTRA secara fundamental karena tanpa merger pun CTRA telah mencatat nilai aset CTRP dan CTRS ke dalam pembukuan CTRA. Sehingga aksi merger ini tidak akan  meningkatkan nilai aset CTRA.
Adapun kenaikan asset pada CTRA terjadi karena CTRA akan melakukan Right Issue dalam rangka menyerap saham CTRS dan CTRP, namun seperti kita ketahui penambahan asset melalui Right Issue lebih sering di respon secara negatif oleh market.

CTRP DAN CTRS BERPELUANG NAIK.
Beberapa Analis umumnya memiliki outlook positif terhadap kinerja CTRP dan CTRS. Selain karena saham – saham tersebut saat ini di level yang cukup murah berdasarkan Discount to NAV atau diskon terhadap nilai aset emiten properti, nilai penjualan CTRP dan CTRS pun dapat dikatakan sangat baik terutama CTRS yang fokus kepada bisnis properti Ciputra di daerah Surabaya.

Penjualan CTRS di tahun 2015 mencapai 132% dari target yaitu sebesar Rp4.1triliun. Hingga bulan Mei’16, CTRS sendiri telah mencatat penjualan sebesar Rp1.3triliun atau mencapai 42% dari target 2016.

Sementara CTRP sendiri merupakan salah satu emiten properti dengan persentase pendapatan berulang dari sewa yang terbesar (dibandingkan dengan total penjualan dalam setahun). CTRP menyusul PWON yang selama ini dianggap sebagai emiten properti dengan Recurring Income terbesar. Pada Q1 2016 persentase PWON sebesar 49% sementara  Recurring Income CTRP tercatat sebesar 59% dari penjualan 1Q16. Memang aset CTRP hanya sekitar 50% dari PWON namun tentu fakta tersebut perlu diluruskan (Emiten dengan Recurring Income terbesar saat ini).

Aksi merger antara 3 saham Ciputra masih dapat dikatakan spekulatif karena meskipun grup Ciputra telah Confirmed akan merger namun penjelasan lebih lanjut dan kepastian aksi ini menunggu peraturan terbaru dan disinilah letak spekulatif-nya.

Namun demikian, saham – saham seperti CTRS dan CTRP dapat diperhatikan dan layak dibeli terlepas dari kehebohan karena aksi korporasi karena kedua saham tersebut secara fundamental bisnis cukup baik. Terlebih lagi dengan aksi Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga BI Rate menjadi 6.5% dari 6.75% serta merelaksasi pembiayaan rumah seharusnya dapat membuat harga saham properti (baik itu grup Ciputra dan emiten properti lain) terus meningkat dalam jangka pendek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar